Imam
Abu Dawud, nama lengkapnya adalah Sulaiman bin al-Asy’asy bin Ishaq bin Basyir
bin Syidad bin Amr bin Umran al-Azdi al-Sijistani. Dari namanya, ulama ahli
hadis ini terlihat bukan dari bangsa Arab, sebagaimana juga Imam Bukhari,
Muslim dan al-Nasa’i, melainkan dari Sijistan, sebuah negeri Muslim di Asia
Tengah yang kini termasuk dalam bekas wilayah Uni Soviet. Abu Dawud lahir pada
tahun 202 H/ 817 M. Bapak beliau yaitu
al-Asy'asy bin Ishaq adalah seorang perawi hadis yang meriwayatkan hadis dari Hamad
bin Zaid, dan demikian juga saudaranya Muhammad bin al-Asy'asy termasuk seorang yang menekuni dan menuntut hadis dan ilmu-ilmunya juga
merupakan teman perjalanan Abu Dawud dalam menuntut hadis dari para ulama ahli hadis.
Sejak
kecil Abu Dawud sangat mencintai ilmu dan bergaul dengan para ulama. Minat dan
kepribadiannya terbentuk oleh lingkungan. Ia harus mengembara keluar dari
Sijistan demi menuntut ilmu. Ia mengunjungi berbagai ulama hadis untuk belajar
dari mereka. Sejak usia anak, Abu Dawud sudah mengembara ke Hijaz, Syiria,
Khurasan dan kawasan lainnya yang menjadi pusat ilmu dan kebudayaan pada saat
itu. Tradisi mengembara sudah menjadi keharusan bagi siapa saja yang hendak
mencari ilmu. Terlebih di dalam ilmu hadis, ada keharusan mencari, melacak
sanad, meneliti keotentikan matan dan kualifikasi rawi, apakah memenuhi syarat
atau tidak.
Abu
Dawud sering berkunjung ke Baghdad , dan menetap lama di sana. Atas permintaan
Gubernur Basrah, al-Muwaffiq, ia diminta menetap di Basrah untuk mengajar dan
menulis buku. Abu Dawudpun memenuhi permintaan gubernur tersebut. Hal ini sudah
menjadi kewajaran, karena setiap penguasa muslim berlomba-lomba mengharumkan
daerahnya dengan ilmu. Menjadikan daerahnya sebagai “kiblat” ilmu pengetahuan
senantiasa menjadi program setiap penguasa pada saat itu.
Guru
Imam Abu Dawud sangat banyak, di antaranya: Imam Ahmad bin Hambal, ahli hadis
dan salah satu pendiri madzhab fikih yang empat, Al-Qanabi, Abū Amr al-Darῑr, Muslim bin Raja, dan
al-Walid al-Ṭayalisi. Sedangkan murid
Abū Dāwūd yang terkenal di antaranya Abu Isa
al-Turmużi, Abū Abdirrahman al-Nasa’i,
Abū Bakar bin Abi Dāwūd (putranya sendiri), Abu Awanah,
Abu Sa’id al-Arabi, Abi Ali al-Lu’lu’, Abu Bakr bin Dassah dan Abu Salim
Muhammad bin Sa’ῑd al-Jaldawi.
Imam
Abu Dawud disebut-sebut sebagai penganut fikih madzhab Hambali, memang ia murid
utama Imam Ahmad bin Hambal dalam bidang hadis, bukan dalam bidang fikih. Sebab
itu ada yang menyebutkan bahwa ia penganut madzhab Syafi’i. perbedaan ini
karena tidak ada informasi yang jelas tentang madzhab fikih Imam Abu Dawud.
Ketidakjelasan itu menurut pendapat ketiga, karena Abu Dawud seorang mujtahid
sehingga ia membangun madzhab sendiri. Abu Dawud bukan penganut madzhab yang
ada. Sungguhpun demikian, informasi yang sampai kepada kita menegaskan bahwa
Abu Dawud penganut madzhab Hambali. Abu Ishaq al-Syairazi dalam Ṭabaqat al-Fuqaha, dan Qāḍi Abū al-Husain bin Qāḍi Abu Ya’la dalam Ṭabaqat al-Hanābilah mencantumkan Abu Dawud
sebagai penganut madzhab Hambali.
Imam
Abu Dawud seorang hafiz, lautan ilmu, terpercaya, dan
memiliki keilmuan yang tinggi terutama dalam bidang Hadis, waktunya dihabiskan
di Tursus kurang lebih 20 tahun. Para ulama
sangat menghormati kemampuan, kejujuran, dan ketakwaan beliau yan luar biasa.
Abu Dawud tidak hanya sebagai seorang periwayat, penghimpun, dan penyusun hadis, tetapi juga sebagai seorang ahli hukum yang handal dan kritikus
Hadis yang baik. Al-Hafidz Musa bin Harun berkata :
خلق
ابوداود في الدنيا للحديث وفي الآخرة للجنة وما رأيت أفضل منه
“Abu Dawud diciptakan di dunia
untuk hadis, di akhirat untuk surga, dan tidak ada orang yang lebih afdhal
ketimbang Abu awud”
Abu Dawud meninggalkan banyak karya, khususnya dalam bidang
hadis dan sebagian Ilmu Syariah. Karya-karya beliau tersebut antara lain: Sunan
Abū
Dāwūd,
Al-Marosi,
Masā’il al Imam Ahmad,
An Nāsikh
Wa Mansūkh,
Risalah Fi Waṣfi
Kitāb
al Sunan, Al Zuhd, Ijabat An Sawalat al-Ajuri, Asilah An Ahmad Bin Hambal,
Tasmiyat al-Akhwan, Kaul Qadr, Al-Ba’ṡwa
Al Nusyūr,
‘Ilallati Halafa ‘Alaih Al Imam Ahmad, Dālail
An Nubuwwat, dan Faḍa
i’l Al Anshar.
Di
antara karyanya سنن أبو داوود (Sunan Abu Dawud) yang
beliau perlihatkan ke hadapan Imam ahmad.
Dengan bangga Imam Ahmad
memujinya. Teknik pembahasannya seperti fiqh,
yaitu banyak bicara tentang hukum. Kitab ini
berisikan 5.274 buah hadis secara
berulang-ulang (mukarrar) yang disaring dan diteliti sebanyak 500.000 hadis kemudian diseleksi lagi menjadi 4.800 buah hadis. Di dalamnya terdapat
shahih, hasan, dan dha`if. Beliau berkata : “Aku sebutkan yang shahih, yang
serupa, dan yang mendekatinya. hadis
yang sangat lemah aku jelaskan.”
Kedudukannya dalam Buku Induk Hadis
menempati rengking pertama dalam empat kitab Sunan dan
mendekati dua kitab Bukhari Muslim. Ia wafat di kota
Bashrah tanggal 16 Syawal 275 H
(dalam usia 70-71 tahun).
Komentar
Posting Komentar