MAKALAH
SEJARAH ISLAM NUSANTARA
Tugas Mata Kuliah
Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. H. Ali Maschan Moesa, M.Ag
DISUSUN OLEH :
·
DEDIK MUKSINUN NAFI’
Semester III kelas B
PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM TRIBAKTI KEDIRI
TAHUN 2017
A.
PENDAHULUAN
1.
Latar belakang Masalah
Islam sebagai agama yang dibawa oleh seorang utusan Tuhan yaitu
Nabi Muhammad SAW. sejak 15 abad yang lalu telah mengalami perjalanan panjang
dan banyak terukir sejarah yang sangat menarik untuk dikaji oleh setiap muslim
terlebih seorang mahasiswa diperguruan tinggi Islam. Mulai dari datangnya Islam
di negara Arab Saudi sampai ke seluruh penjuru dunia termasuk negara Indonesia.
Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim tentu juga terukir
sejarah Islam didalamnya, yang penting juga untuk dikaji.
Mengenai awal masuknya Islam di Indonesia yang dulu namanya
nusantara banyak teori sejarah yang berbeda dan tentunya masing-masing teori
punya bukti. Penyebaran
Islam di Indonesia tentu sangat pesat karena sekarang ini Indonesia menjadi
Negara yang mayoritas penduduknya Muslim.
Dari proses perkembangan Islam di Indonesia
dapat dipelajari beberapa muatan sejarah yang menarik untuk menjadi pembahasan.
Dikalangan mahasiswa Islam sejarah Islam tidak pernah lepas dari kajian mata
kuliah termasuk kajian sejarah peradaban Islam di Indonesia.
2. Rumusan
Maslah
Dari latar belakang masalah diatas ditemukan beberapa
rumusan masalah sebagai berikut :
a. Bagaimana masuknya Islam di Indonesia?
b. Bagaimana penyebaran Islam di Indonesia ?
c. Apa saja peninggalan-peninggalan Islam di
Indonesia?
B. PEMBAHASAN
1.
Proses Masuknya Islam di
Indonesia
Seebelum membahas tentang proses penyebaran Islam di Indonesia, perlu
kita ketahui informasi mendasar tentang proses masuknya Islam di Indonesia
secara utuh dan menyeluruh. Banyak sekali teori dan informasi yang berbeda
mengenai pembawa Islam ke Indonesia. Anatara satu pendapat dengan pendapat yang
lain memiliki argumen dan bukti yang kuat.[1]
Penyebaran Islam di Nusantara pada awalnya didorong oleh meningkatnya jaringan
perdagangan di luar kepulauan Nusantara. Pedagang dan bangsawan dari
kerajaan besar Nusantara biasanya adalah yang pertama mengadopsi Islam. Kerajaan
yang dominan, termasuk Kesultanan Mataram (di Jawa Tengah
sekarang), dan Kesultanan Ternate dan Tidore
di Kepulauan Maluku di timur. Pada akhir abad
ke-13, Islam telah berdiri di Sumatera
Utara, abad ke-14 di timur laut Malaya, Brunei,
Filipina
selatan, di antara beberapa abdi kerajaan di Jawa Timur,
abad ke-15 di Malaka
dan wilayah lain dari Semenanjung Malaya (sekarang Malaysia).
Meskipun diketahui bahwa penyebaran Islam dimulai di sisi barat Nusantara,
kepingan-kepingan bukti yang ditemukan tidak menunjukkan gelombang konversi
bertahap di sekitar setiap daerah Nusantara, melainkan bahwa proses konversi
ini rumit dan lambat.
Meskipun menjadi salah satu perkembangan yang paling signifikan dalam
sejarah Indonesia, bukti sejarah babak ini terkeping-keping dan umumnya tidak
informatif sehingga pemahaman tentang kedatangan Islam ke Indonesia sangat
terbatas. Ada perdebatan di antara peneliti tentang apa kesimpulan yang bisa
ditarik tentang konversi masyarakat Nusantara kala itu[2]
Bukti utama, setidaknya dari tahap-tahap awal proses konversi ini, adalah
batu nisan
dan beberapa kesaksian peziarah, tetapi bukti ini hanya dapat menunjukkan bahwa
umat Islam pribumi ada di tempat tertentu pada waktu tertentu. Bukti ini tidak
bisa menjelaskan hal-hal yang lebih rumit seperti bagaimana gaya hidup
dipengaruhi oleh agama baru ini, atau seberapa dalam Islam mempengaruhi
masyarakat. Dari bukti ini tidak bisa diasumsikan,
bahwa karena penguasa saat itu dikenal sebagai seorang Muslim, maka proses
Islamisasi daerah itu telah lengkap dan mayoritas penduduknya telah memeluk
Islam; namun proses konversi ini adalah suatu proses yang berkesinambungan dan
terus berlangsung di Nusantara, bahkan tetap berlangsung sampai hari ini di Indonesia
modern. Namun demikian, titik balik yang jelas terjadi adalah ketika Kerajaan HinduMajapahit di Jawa dihancurkan oleh Kerajaan
Islam Demak. Pada 1527, pemimpin perang Muslim Fatahillah
mengganti nama Sunda Kelapa yang baru ditaklukkannya sebagai
"Jayakarta" (berarti "kota kemenangan") yang akhirnya
seiring waktu menjadi "Jakarta". Asimilasi
budaya Nusantara menjadi Islam kemudian meningkat dengan cepat
setelah penaklukan ini.
Sebelum Islam mendapat tempat di antara masyarakat Nusantara, pedagang
Muslim telah hadir selama beberapa abad. Sejarawan Merle
Ricklefs (1991) mengidentifikasi dua proses tumpang tindih dimana
Islamisasi Nusantara terjadi: antara orang Nusantara mendapat kontak dengan
Islam dan dikonversi menjadi muslim, dan/atau Muslim Asia asing (India, China,
Arab,
dll) menetap di Nusantara dan bercampur dengan masyarakat lokal. Islam
diperkirakan telah hadir di Asia Tenggara
sejak awal era Islam.Dari waktu khalifah ketiga Islam, 'Utsman'
(644-656) utusan dan pedagang Muslim tiba di China dan harus melewati rute laut
Nusantara, melalui Nusantara dari dunia Islam.Melalui hal inilah kontak utusan
Arab antara tahun 904 dan pertengahan abad ke-12 diperkirakan telah terlibat
dalam negara perdagangan maritim Sriwijaya
di Sumatra.
Kesaksian awal tentang kepulauan Nusantara terlacak dari Kekhalifahan Abbasiyah, menurut kesaksian
awal tersebut, kepulauan Nusantara adalah terkenal di antara pelautMuslim
terutama karena kelimpahan komoditas perdagangan rempah-rempah berharga seperti
Pala, Cengkeh,
Lengkuas
dan banyak lainnya.[3]
Kehadiran Muslim asing di Nusantara bagaimanapun tidak menunjukkan
tingkat konversi pribumi Nusantara ke Islam yang besar atau pembentukan negara
Islam pribumi di Nusantara.3 Bukti yang
paling dapat diandalkan tentang penyebaran awal Islam di Nusantara berasal dari
tulisan di batu nisan dan sejumlah kesaksian peziarah. Nisan paling awal yang
terbaca tertulis tahun 475 H
(1082M),
meskipun milik seorang Muslim asing, ada keraguan apakah nisan tersebut tidak
diangkut ke Jawa pada masa setelah tahun tersebut. Bukti pertama Muslim pribumi
Nusantara berasal dari Sumatera Utara, Marco Polo
dalam perjalanan pulang dari China pada tahun 1292, melaporkan
setidaknya satu kota Muslim, dan bukti
pertama tentang dinasti Muslim adalah nisan tertanggal tahun 696 H (1297 M), dari Sultan Malik
al-Saleh, penguasa Muslim pertama Kesultanan Samudera
Pasai, dengan batu nisan selanjutnya menunjukkan diteruskannya
pemerintahan Islam. Kehadiran sekolah pemikiran Syafi'i,
yang kemudian mendominasi Nusantara dilaporkan oleh Ibnu Battutah,
seorang peziarah dari Maroko, tahun 1346.Dalam catatan perjalanannya, Ibnu Battutah menulis bahwa
penguasa Samudera Pasai adalah seorang Muslim,
yang melakukan kewajiban agamanya sekuat tenaga.Madh'hab
yang digunakannya adalah Imam Syafi'i dengan kebiasaan yang sama ia
lihat di India.[4]
2. Penyebaran Islam di Indonesia
Islam masuk ke Nusantara, salah satunya melalui jalur perdagangan.
Adapun wilayah pertama masuknya Islam ke Nusantara adalah Sumatra, terutama
Sumatera Utara.
a. Penyebaran Islam di Sumatra Utara
Penyebaran Islam di Sumatra Utara berawal dari tiga
daerah, yakni Barus, Aceh, dan Mandailing. Penyebaran agama Islam di tiga
daerah tersebut sering disebut dengan istilah “ Tiga Gelombang Penyebaran Islam
di Sumatera Utara”.[5]
Barus merupakan kota tertua di Indonesia yang terletak
di pantai barat Sumatera Utara, tepatnya di Tapanuli Tengah. Bukti Arkeologis
tentang Barus sebagai perkampunga muslim pertama di Nusantara berhsil ditemukan
oleh para peneliti gabungan tim dari Ecole Francaise d’ExtremeOrient (EFEO)
Prancis dan tim Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (PPAN) di Lobu Tua pada
1995-2000. Penelitian itu menyimpulkan bahwa barus adalah tempat Islam [ertama
kali “mendarat” di Nusantara pada abad ke-7. Adapun bukti arkeologis yang
ditemukan adalah sebuah makam tua di kompleks pemakaman mahligai, Barus. Nisan
makam tersebut tertuliskan Syekh Rukunuddin yang wafat pada 627 M/46 H.
penemuan batu nisan tersebut dijadikan dasar untuk memperkuat dugaan bahwa
Islam telah menjangkau Nusantara sejak awal kelahirannya, yakni sejak
didakwahkan oleh Rosululloh SAW dan Khulafaur Rasyidin. Dengan penemuan
tersebut, maka Barus dijadikan sebagai saksi sejarah tertua persilangan agama
dan budaya di Nusantara, serta menjelma sebagai banda cosmopolitan dan pusat
pendidikan agama Islam di Nusantara sejak pertengahan abad ke-10 sampai abad
ke-15.[6]
Setelah Barus, gelombang kedua penyebaran Islam di
Sumatera Utara berlangsung di Aceh. Menurut hasil seminar Sejarah Masuknya
Islam di Indonesia di Aceh, Islam dating ke Nusantara melalui saluran langsung
dari Arab abad pertama Hijriyah, dan
daerah yang mula-mula memeluk Islam adalah Aceh. Pendapat ini didukung oleh
sejarawan seperti Crawfurd (1820), Keyzer (1859), Niemann (1861), De Hollander
(1861), dan Veth (1878).[7] Mengenai masuk dan menyebarnya Islam
di Aceh, terdapat dua versi. Pertama, versi yang menyatakan bahwa Islam
masuk ke Aceh pada abad ke-7 yang didukung oleh Hamka. Kemudian, Islam menjadi
agama populis pada abad ke-9. Kedua, versi yang menyatakan bahwa Islam
masuk ke Aceh pada abad ke-13. Pendapat ini dikemukakan oleh orientalis seperti
Snouck Hourgronje, dengan mendasarkan argumennya pada sejarah kerajaan Samudr
pasai yang berdiri pada abad ke-13. Bila dilihat dari awal masuk dan
penyebarannya, kedua pendapat tersebut dapar dibenarkan. Sebab, Islam masuk ke
Nusantara pada abad ke-7. Kata “masuk” di sini berbeda arti dengan “menyebar”.
Islam hanya masuk, artinya bahwa Islam telah ada di Nusantara, termasuk Aceh,
pada abad ke-7 kemudian menyebar luas pada abad ke-13.[8]
Gelombang ketiga penyebaran Islam di Sumatera Utara
adalah di Mandailing Natal, atau yang juga disebut Madina. Penyebaran Islam di
Mandailing ini terjadi melalui ekspedisi bernama Paderi. Ada dua tokoh utama
yang berperan penting dalam penyebaran Islam di daerah Tapanuli Selatan ini,
yakni Tuanku Rao dan Tuanku Tambusai. Misi pengislaman yang dilakukan kedua tokoh
paderi tersebut pada akhirnya menjadikan Mandailing masa kini, yakni kabupaten
mandailing Natal, kabupaten Tapanuli Selatan, dan Kota Padang Sidempuan, sebagai
daerah dengan presentase pemeluk Islam terbesar di Sumut. Dan, serangan Paderi
dibawah pimpinan kedua tokoh itu merupakan gelombang terakhir dari tiga
gelombang masuknya Islam ke Sumatera Utara. Namun sayangnya, mereka gagal
menyebarkan agama Islam di Tanah Batak, wilayah Kabupaten Tapanuli Utara dan
Toba Samosir sekarang. Dalam Islamisasi Mandailing yang dilakukan oleh Tuanku
Rao dan Tuanku Tambusai, ada tiga motif utama yang di usung, yakni politik,
keagamaan, dan balas dendam pribadi.[9]
b. Penyebaran Islam di Sumatera Selatan
Di Sumatera Selatan,
wilayah atau Kadipaten (kota) yang menjadi titik perkembangan Islam adalah
Palembang. Sebelum kedatangan Islam, Palembang termasuk wilayah yang cukup
maju. Hal itu dapat dilihat dari berdirinya sebuah kerajaan bercorak Hindu di
daerah tersebut, yakni Kerajaan Sriwijaya. Mengenai masuknya Islam ke Sumatera
Selatan, ada sebuah catatan sejarah Tiongkok yang ditulis oleh It’sing ketika
ia berlayar ke India dan akan kembali ke negeri Tiongkok, tetapi kemudian
tertahan di Palembang. Dalam catatan It’sing, ada dua tempat di tepi selat
Malaka pada permulaan abad ke-7 M yang menjadi tempat singgah para musafir yang
beragama Islam dan diterima dengan baik oleh penguasa setempat yang belum
beragama Islam, yaitu Palembang dan Kedah. Dari catatan ini dapat ditark suatu
benang merah bahwa sudah ada masyarakat Islam di Palembang pada permulaan abad
ke-7 M. pada waktu itu, Palembang dibawah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya. Para
pedagang Islam itu disambut dan diterima dengan baik oleh Raja Sriwijaya, dan
diberikan kebebasan untuk menjalankan ibadah menurut Agama Islam.[10]
Islam yang dating ke Sumatera Selatan dipengaruhi oleh adanya hubungan
perdagangan antara Kerajaan Sriwijaya dengan dinasti-dinasti Islam di Timur
Tengah, yakni, Dinasti Umayyah dan Abbasiyah. Sehingga masuknya Islam ke
Sumatera Selatan sedikit-banyak dilakukan oleh bangsa Arab, yakni para pedagang
utusan Khalifah Umayyah (661-750) dan Khalifah Abbasiyah (750-1258) yang dating
ke Palembang. Selain keduanya, Islam di Sumatera Selatan juga terjadi akibat
perdagangan dari Sriwijaya yang berlayar ke Timur Tengah.[11]
c. Penyebaran Islam di Sumatea Barat
Islam masuk pertama kali ke sumatera Barat berada di
Minangkabau Timur. Dari Minangkabau Timur itu, Islam menyebar ke wilayah Minangkabau
atau Sumatera Barat lainnya. Adapun mengenai perbedaan tahun, dapat disimpulkan
bahwa Islam masuk ke Minangkabau pada abad ke-7. Dan baru tersebar pada abad
ke-12. Sedangkan yang membawa Islam ke Minangkabau adalah para pedagang.[12]
d. Penyebaran
Islam di Jawa
Masuknya Islam ke Pulau Jawa menandai
dimulainya era Wali Sanga. Wali Sanga menjadi pelopor sekaligus penyebar agama
Islam di Pulau Jawa. Wali Sanga bukanlah
sekelompok wali penyebar agama Islam dalam waktu yang bersamaan, tetapi per
angkatan. Antara satu angkatan dengan angkatan berikutnya mempunyai keterkaitan
yang erat, baik dalam ikatan darah atau Karen pernikahan, maupun dalam hubungan
guru-murid. Bila ada seorang anggota majlis yang wafat, maka posisinya
digantikan oleh tokoh lainnya. Dengan demikian, bila dilihat dari periode
dakwahnya, maka Wali Sanga tidak hanya terbatas pada Sembilan sunan, tetapi
mencakup seluruh wali dari mulai angkatan pertama sampai angkatan ke delapan.
Berikut adalah kedelapan angkatan wali Sanga.
Pertama, Wali Sanga angkatan pertama berlangsung antara tahun
1404 sampai 1435 M. angkatan ini merupakan pelopor Wali Sanga. Mereka adalah :
1. Maulana Malik Ibrahim (wafat 1419)
2. Maulana Ishaq
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro
4. Maulana Muhammad al-Maghribi
5. Maulana Malik Isra’il (wafat 1435)
6. Maulana Hasanuddin
7. Syekh Subakir, juga disebut Syekh Muhammad
al-Baqir.
Kedua, angkatan kedua Wali Sanga berlangsung antara tahun 1435 smpai 1463 M.
mereka adalah :
1. Sunan Ampel
2. Sunan Kudus
3. Sunan Gunung Jati
Ketiga, angkatan ketiga Wali Sanga berlangsung antara tahun
1463 sampai 1466 M. mereka adalah :
1. Sunan Ampel
2. Sunan Giri
3. Sunan Bonang
4. Sunan Drajat
5. Sunan Kalijaga
Keempat, angkatan keempat Wali Sanga berlangsung antara tahun
1466 sampai 1513, mereka adalah :
1. Sunan Ampel (wafat 1481)
2. Sunan Guru (wafat 1505)
3. Raden Fattah
4. Fathullah Khan (Fatalehan)
Kelima, angkata kelima berlangsung antara tahun 1513 sampai
1533, mereka adalah :
1. Syekh Siti Jenar
2. Raden Faqih Sunan Ampel II
3. Sunan Muria
Keenam, angkatan keenam berlangsung antara tahun 1533 sampai
1546, mereka adalah :
1. Syekh Abdul Qohhar (Sunan Sedayu)
2. Raden Zainal Abidin Sunan Demak
3. Sultan Trenggana
4. Sayyid Amir Hasan
5. Raden Hasamuddin Sunan Lamongan
6. Sunan Pakuan
Ketujuh, angkatan ketujuh berlangsung antara tahun 1546 sampai
1591, mereka adalah :
1. Syekh Abdul Qohhar (wafat 1599)
2. Sunan Prapen
3. Sunan Prawoto
4. Maulana yusuf (cucu Sunan Gunung Jati)
5. Maulana Hasanuddin (Putra Sunan Gunung
Jati)
6. Sunan Mojoagung
7. Sunan Cendana
8. Sayyid Saleh (Panembahan Pekaos) anak
Sayyid Amir Hasan dan cucu Sunan Muria dari pihak ibunya.
Kedelapan, angkatan kedelapan berlangsung antara tahun
1592 sampai 1650, mereka adalah :
1. Syekh Abdul Qadir (Sunan Magelang)
2. Baba Daud ar-Rumi al-Jawi
3. Sultan Hadiwijaya (Joko Tingkir)
4. Syekh Syamsuddin Abdullah al-Sumatrani
5. Syrkh Abdul Ghafur bin Abbas al-Manduri[13]
e. Penyebaran
Islam di Sulawesi
Bukti penyebaran Islam di Sulawesi dapat diketahui
berdasarkan beberapa peninggalan Islam diwilayah tersebut. Diantara bukti-bukti
peninggalan Islam di Sulawesi adalah :
1. Catatan Lontara Bilang, dalam catatan
tersebut tertulis bahwa raja pertama yang memeluk agama Islam pada tahun 1603
adalah Kanjeng Matoaya, raja ke-4 dari kerajaan Tallo. Penyiar agama Islam di
daerah ini berasal dari Demak, Tuban, dan Gresik. Oleh karena itu, Islam masuk
melalui raja dan masyarakat Gowa-Tallo.
2. Masjid Hila, yaitu masjid pertama Datuk
Tiro –salah satu penyebar Islam di Sulawesi- dikabupaten Bulukumba yang
didirikan oleh Maulana KHatib Bungsu atau Datuk Tiro. Masjid ini dibangun
setelah Luru Daeng masuk Islam.
3. Makam Karaeng Sapo Batu, makam ini berupa
Batu Karang berbentuk bukit karang kecil ditengah pantai Semboang dengan tinggi
1,5 meter.
4. Naskah Kutika, yang berada di Lembah Oalu.
f. Penyebaran
Islam di Kalimantan
Penyebaran Islam terus berlanjut ke pulau
Kalimantan. Tokoh-tokoh penyebar agama Islam di pulau ini berasal dari para
kader ulama yang berdakwah di Sumatera, Jawa, dan Sulawesi. Islam masuk ke
Kalimantan melalui dua jalur. Pertama, jalur Malaka yang dikenal sebagai
Kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai. Kedua, jalur Jawa. Lewat jalur
ini, para penyebar dakwah berasal dari para mubaligh yang dikirim dari Jawa.
Ekspedisi dakwah dari Jawa ke Kalimantan berpuncak pada masa kerajaan Demak.
Suksesi penyebaran Islam tersebut juga didukung oleh berdirinya
kerajaan-kerajaan Islam di Kalimantan, salah satunya adalah Kerajaan Islam
Banjar. Kerajaan yang memiliki banyak ulama besar, salah satunya adalah Syekh
Muhammad Arsyad al-Banjari.
Adapun ada tiga wilayah sebagai awal penyebaran Islam di Kalimantan, yakni
Pontianak (1741), Matan (1743) dan Mempawah (1750). Tetapi tampaknya, Islam di
tiga daerah tersebut bukanlah yang pertama kalinya. Sebab, Islam diperkirakan
masuk ke Kalimantan Barat pada abad ke-15 Maasehi.[14]
g. Penyebaran
Islam di Maluku dan sekitarnya
Proses Islamisai di Maluku baru dapat dilacak
pada pertengahan abad ke-15. Pada masa itu, keluarga Kerajaan Ternate secara
resmi memluk agama Islam. Masuk Islamnya keluarga kerajaan Ternate ini sangat
penting dalam penyebaran agama Islam di Maluku. [15]
3. Peninggalan-peninggalan Islam di
Indonesia
Peninggalan-peninggalan Islam di Indonesia
bisa dikelompokan menjadi beberapa bentuk, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Berupa Masjid
a. Masjid Agung Demak
Berdasarkan tradisi yang berkembang di masyarakat,
Masjid Agung Demak dibangun oleh Wali Sanga hanya dalam waktu satu malam.
Pembangunan ini berlangsung atas perintah Raden Patah. Babad Demak tulisan
Atmodarmonto menyebutkan bahwa Masjid Agung Demak dibangun pada tahun 1399 Saka
atau 1477 Masehi. Angka ini adalah hasil penafsiran dari candrasangkala berbunyi
Lawang trus guna ning jalmi. Namun dalam Buku “Nukilan Sedjarah
Thirebon” asli tulisan P.S. Sulendraningrat, yang sampai sekarang masih
dianggap sebagai naskah tradisi asli Cirebon. Di dalamnya disebutkan bahwa
Masjid Agung Demak dibangun oleh para wali pada tahun 1498 M.[16]
b. Masjid Menara Kudus
Masjid ini diambil dari nama orang yang membangunnya,
yakni Sunan Kudus. Masjid ini dibangun pada tahun 1549 M dengan menggunakan
batu Baitul Maqdis dari Palestina sebagai batu pertamanya. Masjid ini terletak
di Desa Kauman Kecamatan Kota Kudus, Kabupaten Kudus Jawa Tengah.
c. Masjid Raya Baiturrahman
Masjid ini dibangun oleh Sultan ISkandar Muda Mahkota
Alam pada tahun 1612 M yang berada di Aceh.
d. Masjid Raya Medan
Masjid ini dibangun pada tanggal 21 Agustus 1906 pada
masa pemerintahan Sultan Ma’mun Al Rasyid Perkasa Alam dri Kesultanan Deli.
e. Masjid Agung Banten
Masjid ini dibangun oleh Sultan Maulana Hasan, sultan
pertama kesultanan Banten. Ia adalah putra dari Sunan Gunung Jati. Masjid ini
berlokasi di Desa Banten Lama, tepatnya di Desa Banten,sekitar 10km sebelah
utara Kota Serang.
f. Masjid Agung Yogyakarta
Menurut sejarahnya, Masjid ini dibangun pada tahun
1773 M. masjid ini terletak di Kelurahan Ngupasan Kecamatan Gondomanan,
Kotamadia Yogyakarta.
2. Berupa Istana
a. Istana Maimun
Istana ini terletak di Jalan Brigadir Jendral Katamso
Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Medan Maimun. Istana ini merupakan peninggalan
dari kesultanan Deli yang dibangun oleh Sultan Mahmud Al Rasyid.
b. Istana Siak Sri Inderaputra
Istana ini berlokasi di Desa Siak Sri Inderapura,
Kecamatan Siak Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Istana ini juga dikenal
dengan nama lain, yaitu Istana Aseeraiyah Hasyimiah. Sultan yang memerintahkan
pembangunan istana ini adalah Sultan Siak XI yang bergelar Assyaidin Syarif
Hasyim Abdul Jalili Syafiudin Syah pada tahun 1889.
c. Keraton Yogyakarta
Keratin Yogyakarata atau lengkapnya Keraton
Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan Istana resmi Kesultanan Ngayogyakarta
Hadiningrat, sebuah kerajaan pecahan dari Kesultanan Mataram.
3. Berupa Budaya
a. Upacara Grebeg Besar di Demak
b. Pesta Tabuik di Pariaman Sumatera Barat
c. Dhug Der di Semarang
d. Upacara Tumplak Wajik di Yogyakarta
e. Upacara Garebeg di Yogyakarta
4. Berupa Seni Sastra
a. Babad (Babad Tanah Jawi, Babad Raja-raja
Riau, Babad Demak, Babad Cirebon, Babad Giyanti)
b. Hikayat (Hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat
si Miskin, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Bayan Budiman, Hikayat Prang Sabu
c. Syair (Syair Abdul Muluk, Syair Ken
Tambuhan, Syair Gurindam Duabelas, Syair Perahu, Syair Kompeni Walanda)
d. Suluk (Suluk Sukarsa, Suluk Malang
Sumirang, Suluk Wijil)
5. Sastra dalam bentuk Kitab
a. Kitab Manik Maya yang disusun oleh Raden
Mas Ngabei Ronggo pada tahun 1740. Isinya tentang perkembangan Islam di Pulau
Jawa
b. Kitab Susana-Sunu, yang digubah pada tahun
1798 oleh Raden Tumenggung Sastranegara. Isinya tentang tata cara hidup dalam
Islam dan ajaran meneladani Rasulullah.
c. Kitab Nitisastra, yang digubah pada abad
ke-15. Namun tidak diketahui penulisnya. Isinya tentang ajaran moral dan
pandangan hidup berupa kebijaksanaan.
d. Kitab Nitisruti, yang diduga ditulis oleh
Pangeran Karanggayam yang tinggal di Pajang.
e. Kitab Sastra Gending, merupakan buah
pemikiran Sultan Agung, Sultan ketiga Mataram Islam yang membawa mataram pada
puncak kejayaannya.[17]
KESIMPULAN
Islam masuk di Indonesia melalui berbagai
macam cara, dan beberapa tahap. Pada awal abad ke-7 M Islam sudah ada di
Indonesia, akan tetapi belum berkembang. Dalam arti bukan penduduk asli
Indonesia yang memeluk Islam, melainkan para pedagang Muslim dari Timur Tengah
maupun dari Tiongkok. Islam baru berkembang pada abad ke-13 M. selama 600 tahun
penduduk asli Indonesia belum bisa menerima Islam.
Keberhasilan
dakwah Islam di Indonesia, dikarenakan metode dakwah yang digunakan para
penyiar agama dengan metode Hikmah. Yaitu dengan kebijaksanaan yang dilakukan
oleh para penyiar agama Islam sehingga Islam bisa diterima ileh penduduk asli
yang sebelumnya beragama Hindu Budha. Kebijaksanaan tersebut melalui adat,
budaya, dan kesenian yang ditanamkan syari’at-syari’at Islam.
Agama
Islam berkembang pesat di Indonesia ini hingga sekarang Indonesia menjadi
Negara dengan penduduk mayoritas Islam. Dan membawa Islam pada kegemilangan
yang luar biasa. Dibuktikan dengan adanya peninggalan-peninggalan Islam yang
sampai sekarang masih ramai dikunjungi oleh masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Widjojoatmodjo ,Raden. 1942 "Islam in the
Netherlands East Indies". The Far Eastern Quarterly2 (1)
Aritonang, Pdt. 2001. Jan S., Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam
di Indonesia. Jakarta; BPK Gunung Mulia,
Hasyimy, A. 1993. Sejarah Masuk dan
Berkembangnya Islam di Indonesia. Jakarta; Al-Ma’arif,
M.C. Ricklefs, 1991. A History of Modern Indonesia since c.1300, 2nd
Edition. London: MacMillan
Musa, Ali Masykur. 2014. Membumikan
Islam Nusantar: Respon Islam terhadap Isu-Isu Aktual. Jakarta
: Serambi,
Rizem Aizid, Ustadz. 2016. Sejarah Islam
Nusantara. Yogyakarta: Diva Pers.
Syam, Nur. 2005. Islam
Pesisir. Yogyakarta: LKiS,
[2]Ricklefs, M.C. (1991). A History of Modern
Indonesia since c.1300, 2nd Edition. London: MacMillan
[4]Raden Abdulkadir Widjojoatmodjo (November 1942).
"Islam in the Netherlands East Indies". The Far Eastern Quarterly2
(1)
Hal : 48–57
[6] Ali Masykur Musa, Membumikan
Islam Nusantar: Respon Islam terhadap Isu-Isu Aktual. Jakarta : Serambi,
Hal. 269
[9] Jan S. Aritonang, Sejarah
Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia. Jakarta; BPK Gunung Mulia, 2001;
Hal. 107
[10] A. Hasyimy. Sejarah
Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia. Jakarta; Al-Ma’arif, 1993; Hal;206
Komentar
Posting Komentar